Minggu, 13 November 2011

Cerita dari pedalaman Kalimantan (Bag 1)


Beberapa waktu yang lalu tepatnya akhir bulan Oktober 2011, saya ditugaskan kantor untuk mendokumentasikan kegiatan di pedalaman Kalimantan, tepatnya di desa Tumbang Koroi, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. 

Perjalanan menuju pedalaman Kalimantan bukannlah perjalanan yang pertama bagi saya, namun ke desa Tumbang Koroi merupakan yang pertama bagi saya.
Waktu yang diperlukan untuk sampai desa Tumbang Koroi adalah sekitar 6 jam menggunakan mobil dan kemudian dilanjutkan lagi menggunakan perahu (klotok) sekitar 4 jam. Sungguh merupakan perjalanan yang sangat melelahkan, karena jalan yang harus dilalui bukanlah jalan mulus yang ada di kota, melainkan jalan tanah (merah) yang bergelombang.
Beruntung saat itu tidak sedang hujan, karena bila hujan turun akan sangat sulit sekali untuk mengendalikan laju kendaran. Idealnya kendaraan yang digunakan disini (pedalaman) merupakan kendaraan berpenggerak 4 roda (4x4).

Jalan lintas pedalaman Kalimantan
Perjalanan ditempuh dari Palangkaraya menuju arah Kabupaten Gunung Mas, yang merupakan kabupaten paling muda yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. 
Di tengah perjalanan kita akan melintasi sungai paling besar yang membelah Kalimantan Tengah, Sungai Kahayan. Karena belum ada jembatan, maka melintasi Sungai Kahayan dilakukan dengan menggunakan feri. Jangan bayangkan feri besar yang biasa beroperasi di pelabuhan, feri disini adalah gabungan dari 2 perahu besar yang saling dikaitkan kemudian diberi alas diatasnya. 

Feri tradisional Sungai Kahayan

Feri tradisional ini mampu mengangkut dua mobil dan beberapa kendaraan roda dua.
Sekali menyeberang tarifnya 50 ribu untuk mobil, dan 20 ribu untuk sepeda motor. 
Pemberhentian sebelum masuk ke desa Tumbang Koroi adalah Desa Tumbang Miri. Desa ini lebih modern dibandingkan desa-desa lainnya di sepanjang Sungai Kahayan Hulu Utara. 
Disebut sebagai desa modern karena desa Tumbang MIri merupakan pintu gerbang menuju desa-desa yang ada di pedalaman. Dan di desa ini pulalah kita masih bisa menemukan sinyal handphone. 

Suasana Desa Tumbang Miri Kab. Gunung Mas (photo by Ruth Dini Prasti)

Dimana-mana 4x4 (photo by Ruth Dini Prasti)

Biasanya kami hanya transit semalam di Desa Tumbang Miri. Di desa ini juga terdapat penginapan yang cukup bagus dengan tarif sewa semalam 50 ribu rupiah. Tapi jangan berharap mendapatkan sarapan pagi (breakfast) karena pihak penginapan tidak menyediakan.
Untuk sarapan pagi atau makan sehari hari biasanya saya membeli di warung makan yang ada di desa ini. Warung makan banyak dijumpai di desa ini, tapi saya merekomendasikan Warung Makan Mama Rossi. Menu andalannya sop ato soto banjar. 
Sekedar informasi saja, sebenarnya tidak ada perbedaan khusus antara sop dan soto banjar, yang membedakannya hanyalah jika sop menggunakan nasi, sedangkan soto menggunakan ketupat. Untuk gambarnya menyusul ya. :D


Setelah sampai di Desa Tumbang Miri, kami melanjutkan perjalanan menggunakan perahu (klotok). Perjalanan menuju Desa Tumbang Koroi memakan waktu 3-4 jam. Namun jika air sungai sedang surut, perjalanan bisa memakan waktu lebih lama karena perahu akan mudah tersangkut batu di dasar sungai, sehingga kami perlu didorong. 
Beruntung saat itu air sungai sedang dalam keadaan normal, jadi kami tidak perlu khawatir perahun bakal tersangkut. 


Pemandangan dari perahu klotok (photo by Ruth Dini Prasti)